Minggu, 15 Januari 2012

cara membudidayakan ikan patin


BUDIDAYA IKAN PATIN
            Ikan patin merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki peluang ekonomi untuk dibudidayakan. Budidaya ikan Patin masih perlu diperluas lagi, karena pemenuhan atas permintaan ikan patin  masih sangat kurang. Ikan patin seperti halnya ikan lele tidak memiliki sisik dan memiliki semacam duri yang tajam di bagian siripnya keduanya tergolong dalam kelompok catfish. Ada yang menyebut ikan patin dengan Lele Bangkok. Di beberapa daerah ikan patin memiliki nama yang berbeda-beda antara lain ikan Jambal, ikan Juara, Lancang dan Sodarin. Rasa daging ikan patin yang enak dan gurih konon memiliki rasa yang lebih dibandingkan Ikan Lele. Ikan patin memiliki kandungan minyak dan lemak yang cukup banyak di dalam dagingnya.
            Teknik budidaya ikan patin sebenarnya relatif mudah, sehingga tidak perlu ragu jika berminat menekuni budidaya ikan ini. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan ikan patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, rawa dan danau sebagai habitat asli ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan minat masyarakat, ikan patin mulai dibudidayakan di kolam,keramba maupun bak dari semen. Permintaan ikan patin yang terus meningkat memberikan peluang usaha bagi setiap orang untuk menekuni usaha di bidang budidaya ikan patin ini. Dengan permintaan yang demikian meningkat jelas tidak mungkin mengandalkan tangkapan alam, tetapi perlu budidaya ikan patin secara lebih intesnsif.
http://static.flickr.com/3152/2990789754_2a9e4a9eb8.jpg
Ikan Patin Raksasa Berat 43 Kg,Panjang 1.3m.Dokumentasi Sriwijaya Post
Model Budi Daya Ikan Patin
            Peluang usaha Budidaya Ikan Patin dapat dilakukan dalam dua bidang kegiatan yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran sebagai ikan konsumsi. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Budidaya ikan patin sebagai pemenuhan bibit ini cukup memiliki prospek yang bagus karena permintaan bibit juga cukup besar. Budidaya ikan patin sebagai persediaan bibit ini memerlukan waktu yang relatif pendek sehingga perputaran modal bisa dipercepat. Budidaya ikan patin dalam kategori pembesaran biasanya dilakukan saat bibit ikan patin memiliki berat 8-12 gram/ekor, dan setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor. Sebagian petani ikan patin memanen setelah usia 3 sampai 4 bulan karena permintaan pasar ikan patin dengan bobot yang lebih rendah per ekornya. Budi Daya Ikan patin sebagai bibit dan ikan konsumsi memiliki peluang usaha yang sama-sama menguntungkan, tergantung pilihan kita mana yang lebih memungkinkan.

Persyaratan Budidaya Ikan Patin
            Budidaya ikan Patin memerlukan beberapa persyaratan dan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangannya antara lain sebagai berikut :
1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan dan budi daya ikan patin adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3. Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
4. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5. Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang relatif stabil.
6. PH air berkisar antara: 6,5–7.


Teknik Budidaya Ikan Patin
A.       Pembibitan Ikan Patin

            Pembibitan Ikan Patin merupakan upaya untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi permintaan. Cara Tradisional bibit ikan Patin diperoleh dengan menangkap dari habitat aslinya yaitu sungai, rawa, danau dan tempat-tempat lain. Untuk tujuan komersial bibit harus diupayakan semaksimal mungkin dengan pembibitan di kolam. Persiapan dan langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Memilih calon induk siap pijah.
            Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus terlebih dahulu dengan pemeliharaan yang intensif. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang mengandung protein tinggi. Selain itu, diberikan juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut :

a. Induk betina
  • Umur tiga tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Perut membesar ke arah anus.
  • Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
  • Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
  • Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
  • kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
  • Umur dua tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Kulit perut lembek dan tipis.
  • Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
  • Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
2. Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,Biasanya ikan mas.
            Hormon perangsang dibuat dengan menggunakan kelenjar hipofise ikan mas, kelenjar hipofise dapat ditemukan pada bagian otak ikan mas, berwarna putih dan cukup kecil. Ambil dengan hati-hati dengan pinset. Setelah diambil dimasukkan ke dalam tabung kecil dan ditumbuk sampai benar-benar halus dan lebut, selanjutnya dicampur dengan air murni (aquades) yang dapat dibeli di apotik.
3. Kawin suntik (induce breeding).
            Setelah kelenjar hipofise dicampur dengan air murni sudah siap, ambil dengan jarum suntik dan disuntikkan pada punggung Ikan patin. Ikan patin siap dipijahkan. Metode kawin suntik diterapkan untuk merangsang induk patin betina mengeluarkan telur untuk selanjutnya dibuahi oleh Patin Jantan.
4. Penetasan telur.
            Telur yang sudah dibuahi akan menetas dalam waktu sekitar 4 hari, selama menunggu telur menetas perlu dipantau kondisi air. Ganti air sebagian dengan air bersih dari sumur.




5. Perawatan larva.

            Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium atau bak berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm, bisa dalam ukuran yang lain. Setiap akuarium atau bak diisi dengan air sumur bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk menghemat dana. Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.
6. Pendederan.
            Benih Ikan patin dibesarkan pada kolam tebar atau bak dari semen, lebih bagus pada kolam lumpur karena mengandung banyak plankton dan fitoplankton sebagai pakan alami.
7. Pemanenan.
            Benih ikan patin bisa dipanen sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
B. Pemeliharaan Pembesaran
            Pemeliharaan Pembesaran ditujukan untuk pemenuhan Ikan Patin konsumsi. Ikan Patin dikonsumsi dalam berbagai ukuran, antara lain 200 gram sampai 1 kg. Masa panen menyesuaikan dengan permintaan pasar. Ada sebagian yang lebih senang ukuran kecil sekitar 200 gram ada yang lebih dari itu. Pada Usia 6 bulan ikan patin sudah mencapai bobot 600-700 gram.
            Ikan Patin akan tumbuh lebih baik di kolam lumpur dengan aliran air yang mengalir cukup baik, meski demikian bisa juga dipeihara pada kolam semen yang tidak mengalir, tetapi perlu diperhatikan kualitas air agar tetap dalam konsisi yang baik. Langkah-langkah pemeliharaan Ikan Patin Sebagai Berikut:
1. Pemupukan


            Pada kolam lumpur idealnya perlu dilakukan pemupukan sebelum ikan patin ditebarkan. Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan makanan alami dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya.Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m 2.
2. Pemberian Pakan
            Faktor yang cukup menentukan dalam budi daya ikan patin adalah faktor pemberia makanan. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap keberhasilan budi daya ikan patin adalah dari aspek  kandungan gizinya, jumlah dan frekuensi pemberin makanan. Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan kenaikan berat badan ikan. Hal ini dapat diketahui dengan cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (sampel). Pakan yang diberikan adalah Pelet dan bisa ditambahkan makanan alami lainnya seperti kerang, keong emas,bekicot, ikan sisa, sisa dapur dan lain-lain. Makanan alami yang diperoleh dari lingkungan selain mengandung protein tinggi juga menghemat biaya pemeliharaan.
3. Penanganan Hama Dan Penyakit
            Salah satu kendala dan masalah Budi daya ikan patin adalah hama dan penyakit.  Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung dan kolam hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Cegah akses masuk hama tersebut ke kolam atau dengan memasang lampu penerangan si sekitar kolam. Hama tersebut biasanya enggan masuk jika ada sinar lampu. Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
4. Pemanenan Ikan Patin
            Pemanenan adalah saat yang ditunggu pada budi daya ikan patin. Meski terlihat sederhana pemanenan juga perlu memperhatikan beberapa aspek agar ikan tidak mengalami kerusakan,kematian, cacat saat dipanen. Sayang jika budi daya ikan patin sudah berhasil dengan baik, harus gagal hanya karena cara panen yang salah. Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga kematian ikan dapat dihindari. Pemasaran Ikan Patin dalam bentuk segar dan hidup lebih diminati oleh konsumen, karena itu diusahakann menjual dalam bentuk ini. Harga Ikan Patin Per kilogram kurang lebih Rp 15.000. ( Galeriukm ).
PERMINTAAN
http://www.bi.go.id/sipuk/images/ikan_patin.gif
            Secara nasional tidak diperoleh data mengenai besarnya permintaan konsumsi ikan patin. Namun, dari pengembangan budidaya ikan patin yang semakin meluas diduga bahwa permintaan ikan patin cenderung meningkat meskipun masih bersifat lokal dan belum merata di seluruh Indonesia. Permintaan ikan patin meningkat khususnya pada bulan-bulan tertentu yaitu pada hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dll). Hal lain yang menyebabkan permintaan ikan patin meningkat adalah karena ikan patin tergolong menu khusus atau istimewa menurut adat dan atau budaya lokal.
            Besarnya permintaan pasar, ditandai dengan penjualan ikan patin oleh pedagang pengumpul/agen di Lahat, Prabumulih, Pagar Alam, Muara Enim, Palembang dan ke provinsi lain seperti Lampung, Bengkulu dan Jambi. Penjualan ikan patin ke luar  rata-rata 40 ton per bulan. Di kabupaten OKI ada 5 pedagang pengumpul/agen, sehingga perdagangan ikan patin mencapai 200 ton setiap bulan atau 2.400 ton (77%) dari produksi budidaya ikan patin dalam setahun.


PENAWARAN
            Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal dari perairan umum di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun, saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Wilayah produksi budidaya ikan patin terdapat pada daerah tertentu, seperti di Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Riau Kalimantan Selatan dan Jawa. Dari segi sumber daya yang tersedia, wilayah tersebut cukup potensial untuk pengembangan budidaya ikan patin. Tidak diperoleh informasi mengenai produksi ikan patin dari budidaya dan perairan umum di Indonesia, namun dari hasil wawancara dengan peneliti di beberapa Balai Riset Perikanan Air tawar diperoleh kesan bahwa produksi ikan patin di Indonesia masih tergolong sedikit.
            Di kabupaten OKI, pada tahun 2002 produksi ikan patin lokal tangkapan mencapai 1.301 ton, sementara produksi ikan patin budidaya mencapai 3.127 ton yang dihasilkan oleh 9.652 Rumah Tangga Perikanan (RTP) sistem karamba dan 184 RTP sistem fence. Dengan demikian produksi ikan patin hasil budidaya mencapai 71% dari total produksi. Jika dibandingkan dengan perdagangan ikan patin hasil budidaya seperti tersebut diatas (2.400 ton per tahun), berarti 77% dari produksi di pasarkan ke luar kabupaten OKI. Kenyataan ini juga sesuai dengan keterangan para pedagang ikan yang menyebutkan bahwa 80% ikan patin di pasarkan ke luar kabupaten dan hanya 20% dikonsumsi lokal.
ANALISA PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR
            Tingkat persaingan pembudidaya ikan patin di kabupaten OKI relatif rendah, dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk pembudidaya baru. Diperoleh keterangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Sumsel bahwa terdapat permintaan ikan patin sebanyak 1,5 ton per hari untuk industri pengolahan ikan patin menjadi baso, burger dan sosis ikan di Palembang. Permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena adanya beberapa kendala antara lain: daging ikan patin siam kurang sesuai untuk diolah menjadi produk olahan, fasilitas pendukung seperti sarana transportasi dan lokasi pabrik belum tersedia, dan masalah perijinan.
            Peluang pasar untuk ekspor masih terbuka luas, karena konsumen di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan beberapa negara di Asia saat ini telah mengimpor ikan patin dalam bentuk fillet dari Vietnam. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengembangan budidaya ikan patin, terutama dengan telah diperkenalkannya ikan patin lokal (Pangasius djambal Bleeker) kepada masyarakat mulai tahun 2000 dan teknologi pembenihannya sudah tersedia di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi (Jawa Barat) dan Loka Budidaya Ikan Air Tawar di Jambi. Ikan patin djambal berpeluang ekspor, mengingat ikan patin djambal memiliki keunggulan ekonomis sebagai ikan budidaya, yaitu: bobotnya bisa mencapai 20 kg, dan dagingnya berwarna putih yang hampir sama dengan Pangasius bocourti yang merupakan komoditas ekspor dari Vietnam. Disamping itu produksi ikan patin jenis ini dapat memenuhi permintaan industri pengolahan dalam negeri. Selain sebagai ikan konsumsi rumah tangga dan industri pengolahan dalam negeri dan ekspor, ikan patin yang berukuran kecil (benih) juga berpeluang untuk dikembangkan sebagai ikan hias .
HARGA
            Perkembangan harga ikan patin boleh dikatakan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Di kabupaten OKI, harga ikan patin berfluktuasi karena pengaruh inflasi dan adanya panen ikan sistem lebak lebung di musim kemarau serta meningkatnya permintaan pada hari raya keagamaan. Pada musim kemarau (Juli – September) harga ikan patin di tingkat pembudidaya (produsen) turun sampai Rp.7.000 per kg dan pada hari raya keagamaan meningkat sampai Rp.9.000 per kg atau rata-rata adalah Rp.8.500 per kg. Sedangkan harga jual pedagang pengumpul rata-rata Rp 8.200 s.d. Rp 9.200 per kilo (harga yang berlaku pada April 2003).
            Perkembangan teknologi informasi pada saat ini membantu pembudidaya dalam menentukan harga jual ikan. Pembudidaya memiliki posisi tawar atau bargaining position dalam menentukan harga jual ikan karena sebelumnya mereka telah mengumpulkan informasi harga dari pasar-pasar lokal atau sesama pembudidaya. Baik pembudidaya maupun pedagang menyatakan bahwa harga ikan di tingkat produsen ditetapkan secara tawar menawar.
JALUR PEMASARAN PRODUK
            Rantai tataniaga ikan patin sangat ringkas dan efisien, sehingga harga yang diterima pembudidaya sekitar 80 – 90% dari harga yang dibayar konsumen. Pemasaran produk oleh pembudidaya dilakukan secara langsung kepada pedagang pengumpul/agen tanpa melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul juga merupakan pedagang benih ikan, pakan dan peralatan perikanan. Untuk menjamin stok ikan, pedagang pengumpul memiliki kolam penampungan sementara.
            Pedagang pengumpul menjual ikan langsung baik kepada pengecer di pasar lokal maupun pedagang pengumpul/agen . Pedagang pengecer di pasar-pasar selanjutnya menjual kepada konsumen rumah tangga dan rumah makan/warung. Rantai pemasaran ikan patin dapat digambarkan sebagai berikut :
http://www.bi.go.id/sipuk/id/text/silmuk/ikan_patin/images/bagan_pemasaran.gif
            Dalam proses penjualan ikan, pedagang menyediakan tempat penampungan ikan (kapasitas rata-rata 7 ton ikan), peralatan panen dan tenaga kerja sedangkan pembudidaya hanya membantu. Ongkos panen dan biaya transportasi ditanggung sepenuhnya oleh pedagang. Menurut pedagang, panen dilakukan sendiri untuk memastikan agar ikan yang dipanen dalam kondisi baik, tidak luka, tidak stres dan tidak kekurangan oksigen. Dengan penanganan yang baik diharapkan tidak ada ikan yang mati selama pengangkutan karena ikan yang mati dapat menurunkan harga jual sampai dengan 12,5%.
            Pembayaran kepada produsen menggunakan sistem bayar kemudian dalam tempo satu sampai dua minggu setelah panen. Ikan patin dijual dalam keadaan hidup dan pedagang pengumpul mengantarkannya kepada pemesan/pelanggan/agen pengumpul di luar kabupaten
KENDALA PEMASARAN
            Di tingkat pembudidaya tidak dijumpai kendala pemasaran, namun di tingkat pedagang kendala pemasaran adalah kerusakan pada kondisi jalan yang menghubungkan kabupaten OKI dengan kabupaten atau provinsi lain. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas ikan yang dijual sehingga harga jual ikan jatuh. Kendala lain adalah adanya persaingan harga dari pemasok yang berasal dari wilayah lain. Pedagang dari Jakarta mampu memasukkan ikan patin dengan harga yang lebih rendah dibanding harga ikan yang ditawarkan oleh pedagang